PenjuruNegeri.Com – Jakarta Perangkat Masyarakat Hukum atau Mangku Adat Suku Anak Dalam (SAD) Kelompok Depati Ori Lagguk Marga Kubu Lalan, Mahmud Irsyad, secara resmi melaporkan seorang hakim Pengadilan Negeri Muara Bulian ke Komisi Yudisial Republik Indonesia di Jakarta (28 Mei 2025). Laporan ini terkait dengan putusan kontroversial dalam perkara gugatan class action terhadap PT Berkat Sawit Utama (BSU), perusahaan kelapa sawit yang diduga menyerobot lahan adat seluas 1.300 hektare di Desa Bungku, Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batang Hari, Jambi.

Perkara dengan nomor 18/Pdt.G/2024/PN.Mbn tersebut dinilai Mahmud Irsyad mengandung banyak kejanggalan dan merugikan masyarakat adat SAD selaku pihak penggugat.

“Kami menilai putusan hakim dalam perkara ini sangat tidak profesional. Banyak fakta-fakta persidangan yang diabaikan, mulai dari alat bukti yang tidak dilampirkan dalam putusan, hasil Pemeriksaan Setempat (PS) yang tidak diakomodasi, hingga temuan cacat formil selama persidangan yang sama sekali tidak dicantumkan,” ujar Mahmud.

 

Setibanya di kantor Komisi Yudisial RI, Mahmud disambut oleh petugas dan langsung diarahkan ke ruang pengaduan untuk menyerahkan dokumen laporan. Petugas Komisi Yudisial menyatakan bahwa laporan telah diterima dan akan segera ditindaklanjuti.

“Berkas ini kami terima dan akan segera diproses lebih lanjut oleh Ketua Komisi Yudisial,” ujar petugas yang menerima laporan tersebut.

Dalam proses pelaporan, Mahmud Irsyad juga mengungkapkan adanya dugaan intervensi dalam persidangan. Ia menyebut bahwa saat pelaksanaan Pemeriksaan Setempat, seluruh tergugat dan turut tergugat mendapat fasilitas dari pihak tergugat utama, yakni PT Berkat Sawit Utama.

“Ya, ada intervensi. Saat PS misalnya, semua tergugat dan turut tergugat difasilitasi oleh PT BSU,” tegas Mahmud menjawab pertanyaan petugas KY.

Mahmud Irsyad juga menyampaikan bahwa dirinya akan dipanggil kembali oleh Komisi Yudisial untuk mempresentasikan kerugian yang dialami akibat putusan hakim tersebut. Ia secara khusus melaporkan Hakim Ruben Barcelona Hariandja yang menangani perkara ini, karena dianggap tidak objektif dan menghilangkan sejumlah fakta penting dalam pertimbangan hukumnya.