PenjuruNegeri.Com – Raja Ampat, Papua Barat Daya — Keindahan alam Raja Ampat yang selama ini menjadi ikon pariwisata dunia kini terancam oleh aktivitas empat perusahaan tambang nikel yang tengah disorot publik. Dugaan pelanggaran lingkungan serta kekhawatiran terhadap dampaknya bagi masyarakat dan ekosistem lokal mencuat, memicu gelombang kritik dari berbagai pihak.
Keempat perusahaan yang menjadi sorotan tersebut adalah PT Gag Nikel, PT Anugerah Surya Pratama, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Kawei Sejahtera Mining.
PT Gag Nikel Dikecam karena Kurangnya Transparansi, Beroperasi di Pulau Gag, PT Gag Nikel menjadi pusat perhatian setelah muncul keluhan soal kurangnya keterbukaan dalam pelaporan aktivitas tambang dan alokasi dana Corporate Social Responsibility (CSR). Anggota Komisi IV DPR RI, Robert Joppy Kardinal, secara terbuka meminta perusahaan tersebut untuk memperjelas penggunaan dana CSR serta kontribusinya terhadap kesejahteraan masyarakat setempat.
Tak hanya itu, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Raja Ampat, Moch Said Soltief, menyatakan bahwa PT Gag Nikel belum menyampaikan laporan produksi yang memadai kepada pemerintah daerah. Kurangnya data ini dinilai menghambat upaya pemantauan dan evaluasi terhadap dampak kegiatan pertambangan.
PT Mulia Raymond Perkasa Ditolak Masyarakat Adat dan Pelaku Wisata, PT Mulia Raymond Perkasa, pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) seluas 2.194 hektar yang mencakup Pulau Batan Pelei dan Manyaifun, menghadapi penolakan keras dari masyarakat adat serta pelaku industri pariwisata. Mereka menilai, kehadiran tambang mengancam kelestarian ekosistem laut yang menjadi daya tarik utama Raja Ampat sekaligus sumber penghidupan masyarakat lokal.
Yohan Sauyai, Ketua Gerakan Revolusi Demokratik (GRD) Komite Kabupaten Raja Ampat, mendesak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mencabut IUP perusahaan tersebut. Ia menyebutkan bahwa izin tambang di wilayah sensitif secara ekologis seperti Raja Ampat hanya akan memperparah kerusakan lingkungan dan memicu konflik sosial.

Tinggalkan Balasan