PenjuruNegeri.Com – JAMBI – Sejumlah aktivis dari Lembaga Swadaya Masyarakat Aliansi Masyarakat Untuk Keadilan (AMUK) tiba di Kejaksaan Tinggi Jambi pada senin pagi (07/07). Para aktivis ini datang dengan satu misi: menuntut keadilan. Mereka datang tidak sekadar membawa berkas laporan, tetapi juga membawa suara masyarakat yang selama ini terbungkam oleh ketakutan dan ketidak pedulian.

Laporan yang dilayangkan AMUK menyasar salah satu toko suku cadang kendaraan bermotor berinisial SM, yang beroperasi di Kota Jambi. Toko tersebut diduga menjalankan praktik usaha ilegal yang merugikan banyak pihak — mulai dari konsumen biasa hingga negara.

Tiga poin menjadi sorotan utama AMUK dalam laporan tersebut:

  1. Dugaan peredaran suku cadang tidak sesuai standar mutu,

  2. Indikasi pengemplangan pajak, dan

  3. Pelanggaran serius terhadap hak-hak pekerja.

Ketua AMUK, Husnan, menegaskan bahwa langkah ini bukan aksi spontan, melainkan panggilan nurani demi tegaknya keadilan yang selama ini kerap dilupakan oleh mereka yang hanya mengejar untung.

“Peredaran produk otomotif yang tidak memenuhi standar mutu bukan sekadar persoalan bisnis. Ini menyangkut keselamatan konsumen. Ini menyangkut nyawa. Jangan remehkan risikonya,” ujar Husnan penuh emosi.

Ia menyoroti bahwa praktik seperti ini jelas melanggar UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Tidak hanya itu, AMUK juga menemukan dugaan penggunaan merek dagang tanpa izin — pelanggaran yang bisa diganjar hukuman pidana hingga 5 tahun dan denda Rp2 miliar berdasarkan UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.

Tak kalah serius, dugaan penghindaran kewajiban perpajakan juga menyeruak. Menurut Husnan, praktik ini adalah bentuk penghianatan terhadap negara dan ketidakadilan bagi para pelaku usaha yang patuh aturan.

“Kalau ada laporan keuangan yang dimanipulasi, ini bukan lagi urusan internal. Negara harus turun tangan! Direktorat Jenderal Pajak wajib bertindak. Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah,” serunya.

Namun yang paling memilukan adalah dugaan eksploitasi tenaga kerja. AMUK menerima informasi kredibel mengenai penahanan ijazah karyawan, pembayaran upah di bawah UMP, kerja paksa saat hari libur nasional tanpa kompensasi lembur, hingga pemotongan gaji saat karyawan sakit, meski disertai surat dokter resmi.

AMUK mendesak Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jambi segera turun tangan. Bagi mereka, ini bukan sekadar laporan — ini adalah perlawanan terhadap dehumanisasi di balik etalase bisnis.