PenjuruNegeri.Com – PATI, 13/8/2025 – Tanah Pati berguncang. Ribuan rakyat dari berbagai penjuru desa memadati jantung kota—Alun-Alun Pati—membawa satu pesan tegas: “Bupati Sudewo mundur sekarang juga!”
Massa yang diperkirakan mencapai 25.000 orang menggulung seperti gelombang besar. Dari petani, guru, pelajar, hingga tokoh masyarakat bersatu dalam satu suara—menolak kebijakan yang dinilai menindas dan mengkhianati kepercayaan rakyat.
🔥 Api Kemarahan Rakyat Membara
Aksi damai berubah mencekam saat Bupati Sudewo akhirnya muncul di hadapan massa. Bukan sambutan tepuk tangan yang diterimanya, melainkan botol air mineral, sandal, dan teriakan “Mundur!” mengarah padanya. Warga menilai permintaan maafnya hanya “lip service” tanpa ketulusan.
Suasana pun berubah drastis.
Gas air mata ditembakkan. Water cannon disemprotkan. Jerit dan batuk membahana di tengah alun-alun yang sebelumnya penuh orasi. Puluhan terluka—34 orang jatuh dengan luka robek, lebam, hingga sesak napas. Bahkan sebuah mobil polisi dilalap api oleh amarah yang tak terbendung.
🧨 Apa yang Membakar Emosi Warga?
Awalnya, rakyat marah karena rencana kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 250%. Meski sudah dibatalkan, ternyata luka lama belum sembuh. Tuntutan berkembang menjadi 5 poin besar:
1. Turunkan Bupati Sudewo
2. Tolak sekolah 5 hari
3. Batalkan renovasi alun-alun senilai Rp2 miliar
4. Hentikan pembongkaran masjid bersejarah
5. Tolak proyek videotron Rp1,39 miliar
Semua itu, menurut warga, bukanlah kebutuhan mendesak rakyat—melainkan pemborosan anggaran di tengah derita ekonomi.
🚨 Polisi Bertindak, Rakyat Tak Gentar
Sebanyak 2.684 aparat gabungan dikerahkan. Mereka mencoba menjaga ketertiban, namun situasi menjadi di luar kendali. Aparat menyisir massa yang dianggap provokator. Hasilnya, 11 orang ditangkap, meski polisi menegaskan tidak ada korban jiwa.
“Ini bukan lagi sekadar unjuk rasa. Ini adalah jeritan rakyat yang tak didengar!” teriak seorang orator di tengah gas air mata.
🗣️ Bupati Bungkam, DPRD Bergerak
Bupati Sudewo menyebut demo ini “tidak konstitusional”. Ia mengklaim sudah membatalkan semua kebijakan yang memicu polemik. Namun rakyat menilai, kerusakan sudah terlanjur terjadi.
DPRD Kabupaten Pati pun mulai mempertimbangkan hak angket, membuka kemungkinan pemakzulan terhadap sang bupati—langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah Pati modern.
🔚 Akhir Atau Awal?
Menjelang malam, massa mulai membubarkan diri. Namun bukan karena puas—melainkan karena lelah. Lelah dibungkam, lelah dihina, lelah menunggu pemimpin yang benar-benar berpihak.
Pati hari ini bukan sekadar demo. Ini adalah simbol perlawanan rakyat terhadap penguasa yang dianggap lupa diri. Ini adalah panggilan agar pemimpin kembali ke nurani.
Dan bila suara rakyat kembali diabaikan… sejarah menunjukkan: gelombang ini akan datang lagi. Lebih besar. Lebih marah.
“Negeri ini bukan milik penguasa. Negeri ini milik rakyat. Dan rakyat sedang bangkit.”


