PenjuruNegeri.Com – Watampone, Bone Ribuan massa yang tergabung dalam berbagai aliansi mahasiswa, pemuda, dan warga tumpah ruah di halaman Kantor Bupati Bone, Sulawesi Selatan, Selasa (19/8/25). Mereka datang dengan satu tuntutan: batalkan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB-P2) yang dinilai tidak masuk akal.

Aksi damai yang semula hanya orasi berubah ricuh ketika pagar kawat berduri kantor bupati dijebol ribuan demonstran. Hingga malam, suasana kian panas saat lemparan batu mengarah ke aparat. Polisi dan Satpol PP terpaksa menembakkan gas air mata, melepaskan tembakan peringatan, hingga menyemprotkan water cannon.

“Ini bukan pajak, ini pemerasan! Hidup rakyat semakin sulit, pemerintah malah menambah beban,” teriak salah satu orator di tengah lautan massa.

Kericuhan tidak bisa dihindari. Sedikitnya empat anggota Satpol PP dan satu polisi mengalami luka, sebagian di kepala akibat lemparan batu. Warga yang mencoba bertahan di barisan depan tak kuasa menahan gas air mata yang menyengat. Beberapa bahkan tergeletak lemas di jalan.

Sementara itu, ribuan demonstran tetap bersikeras bertahan. “Kami tidak akan pulang sebelum pemerintah membatalkan kenaikan PBB ini!” ujar seorang warga dari Kecamatan Tanete Riattang dengan suara serak akibat gas air mata.

Isu yang menyulut amarah massa adalah kabar kenaikan PBB hingga 300 persen. Namun, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bone menyebut sebenarnya rata-rata kenaikan hanya 65 persen akibat penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang sudah lama tidak diperbarui.

Tetapi penjelasan itu tidak menenangkan warga. “Mau 65 persen atau 300 persen, tetap saja rakyat tercekik! Apa pemerintah tidak tahu harga beras sudah gila-gilaan?” sindir seorang mahasiswa dari atas mobil komando

Di tengah amarah massa, Pemkab Bone akhirnya mengumumkan keputusan mengejutkan: kenaikan PBB ditunda.
“Ini menjadi bahan evaluasi. Pemerintah akan membuka ruang dialog dengan masyarakat agar kebijakan lebih adil dan tepat sasaran,” kata Pj Sekretaris Daerah Bone, Andi Saharuddin.

Namun, janji itu belum sepenuhnya meredakan situasi. Publik terlanjur geram dan menilai pemerintah tidak peka terhadap kondisi ekonomi rakyat.

Kericuhan di Bone bukan sekadar soal PBB. Ini adalah ledakan emosi rakyat yang sudah lama terhimpit beban ekonomi. Ketika pemerintah dianggap tidak berpihak, kepercayaan pun runtuh.