Era digital sebenarnya membuka peluang besar untuk menyebarluaskan edukasi lingkungan. Konten yang mengangkat pentingnya menjaga alam, teknik pendakian ramah lingkungan, hingga dokumentasi dampak buruk pendakian massal bisa menjadi alat yang kuat. Bahkan aplikasi seperti eTrack dan iNaturalist kini digunakan untuk membantu pelaporan kondisi jalur serta keanekaragaman hayati di sekitar gunung.

Pendaki adalah orang-orang yang pernah mengalami langsung keindahan alam liar. Maka, merekalah yang semestinya menjadi penjaga terdepan dalam pelestarian.

Gunung bukanlah sekadar tujuan rekreasi. Ia adalah ruang hidup bagi ekosistem, sumber air, serta tempat pelarian jiwa yang lelah. Pendaki generasi terdahulu telah memberi teladan dalam menghargai dan menjaga gunung. Kini, tugas kita adalah melanjutkan warisan itu dengan semangat baru dan cara-cara yang relevan di era modern.

Melestarikan alam bukan tugas satu-dua orang, melainkan tanggung jawab bersama. Sebab, seperti pepatah bijak mengatakan:

“Kita tidak mewarisi bumi dari nenek moyang kita, kita meminjamnya dari anak cucu.”

Maka, penting untuk kembali memaknai pendakian. Apakah kita hanya ingin “mencapai puncak” atau benar-benar belajar untuk rendah hati di hadapan alam? Pendaki zaman dulu mungkin tidak punya kamera HD atau media sosial, tapi mereka punya prinsip: tidak merusak apa yang tak bisa mereka ciptakan.

Sebagaimana pepatah suku Indian berkata:

“Kita tidak mewarisi bumi dari nenek moyang kita. Kita meminjamnya dari anak cucu.”

Gunung bisa jadi tempat pelarian yang menenangkan. Namun yang terpenting, mari pastikan bahwa ia tetap ada untuk generasi berikutnya.