Warga lalu bertanya-tanya: apakah pembangunan hanya untuk kota, dan bukan untuk rakyat di ujung negeri?
Di beberapa titik, warga akhirnya memilih jalan gotong royong. Di Teluk Serdang, bersama – bersama masyarakat menambal jalan menggunakan tanah timbunan seadanya. Tapi musim hujan menghancurkan segalanya. Jalan kembali berlubang. Lagi-lagi harapan tenggelam bersama genangan.
Apa lagi yang harus dilakukan warga agar didengar? Apakah harus menanam bendera putih di tengah jalan? Apakah harus menunggu banyaknya korban jiwa agar perhatian datang?
Masyarakat Tanjung Jabung Timur sudah bicara. Mereka tak hanya butuh jalan, mereka butuh dihargai. Mereka tak ingin menjadi penonton pembangunan. Mereka ingin menjadi bagian dari bangsa yang adil dan merata.
Suara mereka bergema dari beragam media sosial yang terus diperlihatkan dari kubangan-kubangan janji yang tak kunjung ditepati. Pertanyaannya: Apakah kita semua akan tetap diam?

Tinggalkan Balasan