PenjuruNegeri.Com – SUNGAI PENUH – Kasus dugaan korupsi proyek pengadaan lampu jalan di Dinas Perhubungan Kabupaten Kerinci kembali menguak babak baru. Kejaksaan Negeri Sungai Penuh menetapkan dua tersangka tambahan, menjadikan total tersangka saat ini menjadi sembilan orang.
Kedua tersangka baru tersebut adalah AA, seorang pegawai negeri sipil (PNS) di Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Kerinci, dan REF, pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kerinci. Keduanya diduga terlibat langsung dalam proses pengadaan dan pelaksanaan proyek, yang menyebabkan kerugian keuangan negara dalam jumlah yang signifikan.
Menurut Kejari Sungai Penuh, peran AA dan REF bukan hanya sebagai pelaksana, tetapi juga ikut menyusun skenario dengan meminjam perusahaan dari tersangka sebelumnya untuk menggarap beberapa titik proyek pengadaan lampu jalan di desa-desa dalam wilayah Kabupaten Kerinci. Pola manipulasi ini ditengarai sebagai bagian dari upaya memperlancar pencairan anggaran sekaligus menyamarkan praktik korupsi yang telah direncanakan.
Sebelumnya, Kejari telah menetapkan tujuh tersangka, termasuk di antaranya Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Kerinci. Penetapan dua nama baru ini merupakan hasil pengembangan dari rangkaian penyidikan lanjutan dan pengumpulan bukti-bukti kuat yang mengindikasikan keterlibatan mereka.
“Dengan ditambahkannya dua tersangka ini, total sudah sembilan orang yang kami tetapkan. Proses hukum masih terus berjalan dan tidak menutup kemungkinan akan ada penambahan tersangka lain jika bukti keterlibatan pihak-pihak lain ditemukan,” tegas pihak Kejari Sungai Penuh.
Kini, AA dan REF resmi ditahan di Rutan Kelas IIB Sungai Penuh selama 20 hari ke depan guna keperluan penyidikan lebih lanjut. Keduanya dikenakan pasal dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, serta dijerat Pasal 55 KUHP tentang persekongkolan dalam tindak kejahatan.
Kasus ini bukan sekadar tentang korupsi proyek, tapi sebuah pengkhianatan terhadap amanah rakyat. Warga Kerinci yang seharusnya mendapatkan penerangan dan infrastruktur yang layak, justru menjadi korban dari kerakusan dan permainan kotor oknum birokrasi.

Tinggalkan Balasan